Powered By Blogger

Selasa, 22 Maret 2011

TBB 1



Pertemuan ke-1

1.      Teori Behaviorisme

Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958) yang di Amerika dikenal sebagai bapak Behaviorisme. Teorinya memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Menurut teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus - respons.
Untuk membuktikan kebenaran teorinya, Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert, seorang bayi berumur sebelas bulan. Pada mulanya Albert adalah bayi yang gembira dan tidak takut bahkan senang bermain-main dengan tikus putih berbulu halus. Dalam eksperimennya, Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan terhadap semua benda berbulu putih, termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang berjanggut putih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.
Seorang behavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil respons tertentu yang dikuatkan. Respons itu akan menjadi kebiasaan atau terkondisikan, baik respons yang berupa pemahaman atau respons yang berwujud ujaran. Seseorang belajar memahami ujaran dengan mereaksi stimulus secara memadai dan memperoleh penguatan untuk reaksi itu.
Salah satu percobaan yang terkenal untuk membentuk model perilaku berbahasa dari sudut behavioris adalah yang dikemukakan oleh Skinner (1957) dalam Verbal Behavior. Percobaan Skiner dikenal dengan percobaannya tentang perilaku binatang yang terkenal dengan kotak skinner. Teori skinner tentang perilaku verbal merupakan perluasan teorinya tentang belajar yang disebutnya operant conditioning. Konsep ini mengacu pada kondisi ketika manusia atau binatang mengirimkan respons atau operant (ujaran atau sebuah kalimat) tanpa adanya stimulus yang tampak. Operant itu dipertahankan dengan penguatan. Misalnya, jika seorang anak kecil mengatakan minta susu dan orang tuanya memberinya susu, maka operant itu dikuatkan. Dengan perulangan yang terus menerus operant semacam itu akan terkondisikan.
Menurut Skinner, perilaku verbal adalah perilaku yang dikendalikan oleh akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah, perilaku itu akan terus dipertahankan. Kekuatan serta frekuensinya akan terus dikembangkan. Bila akibatnya hukuman, atau bila kurang adanya penguatan, perilaku itu akan diperlemah atau pelan-pelan akan disingkirkan.
Sebagai contoh dapat kita saksikan perilaku anak-anak di sekeliling kita. Ada anak kecil menangis meminta es pada ibunya. Tetapi, karena ibunya yakin dan percaya bahwa es itu menggunakan pemanis buatan maka sang ibu tidak meluluskan permintaan anaknya. Sang anak terus menangis. Tetapi sang ibu bersikukuh tidak menuruti permintaannya. Lama kelamaan tangis anak tersebut akan reda dan lain kali lain tidak akan minta es semacam itu lagi kepada ibunya, apalagi dengan menangis. Seandainya anak itu kemudian dituruti keinginannya oleh ibunya, apa yang terjadi? Pada kesempatan yang lain sang anak akan minta es lagi. Apabila ibunya tidak meluluskannya maka ia akan menangis dan terus menangis sebab dengan menangis ia akan mendapatkan es. Kalau ibunya memberi es lagi maka perbuatan menangis itu dikuatkan. Pada kesempatan lain dia akan menangis manakala ia meminta sesuatu pada ibunya.
Implikasi teori ini ialah bahwa guru harus berhati-hati dalam menentukan jenis hadiah dan hukuman. Guru harus mengetahui benar kesenangan siswanya. Hukuman harus benar-benar sesuatu yang tidak disukai anak, dan sebaliknya hadiah merupakan hal yang sangat disukai anak. Jangan sampai anak diberi hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau sebaliknya, apa yang menurut guru adalah hukuman bagi siswa dianggap sebagai hadiah. Contoh, anak yang suka bermain sepakbola, akan menganggap pemberian waktu untuk bermain sepakbola adalah hadiah, sebaliknya, melarang untuk sementara waktu tidak bermain sepakbola adalah hukuman yang menyakitkan.
Beberapa linguis dan ahli psikologi sependapat bahwa model Skinner tentang perilaku berbahasa dapat diterima secara memadai untuk kapasitas memperoleh bahasa, untuk perkembangan bahasa itu sendiri, untuk hakikat bahasa dan teori makna.
Teori yang tak kalah menariknya untuk kita kaji adalah Teori Pembiasaan Klasik dari Pavlov (1848-1936) yang merupakan teori stimulus – respons yang pertama menjadi dasar lahirnya teori-teori Stimulus – Respons yang lainnya. Pavlov berpendapat bahwa pembelajaran merupakan rangkaian panjang dari respons-respons yang dibiasakan. Menurut teori Pembiasaan Klasik ini kemampuan seseorang untuk membentuk respons-respons yang dibiasakan berhubungan erat dengan jenis sistem yang digunakan. Teori ini percaya adanya perbedaan-perbedaan yang dibawa sejak lahir dalam kemampuan belajar. Respons yang dibiasakan (RD) dapat diperkuat dengan ulangan-ulangan teratur dan intensif. Pavlov tidak percaya dengan pengertian atau pemahaman atau apa yang disebut insight (kecepatan melihat hubungan-hubungan di dalam pikiran). Jadi dapat dikatakan bagi Pavlov respons yang dibiasakan adalah unit dasar pembelajaran yang paling baik.
Teori Pavlov tersebut didukung pula oleh Thorndike (1874-1919) yang menghasilkan Teori Penghubungan atau dikenal dengan trial and error. Teori ini didasarkan pada sebuah eksperimen yang tak jauh berbeda dengan Pavlov. Thorndike menggunakan kucing sebagai sarana eksperimennya yang berhasil membuka engsel dengan cara dibiasakan dan dihubung-gubungkan. Dari hasil eksperimen itu, Thorndike berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu proses menghubung-hubungkan di dalam sistem saraf dan tidak ada hubungannya dengan insight atau pengertian. Yang dihubungkan adalah peristiwa-peristiwa fisik dan mental dalam pembelajaran itu. Yang dimaksud dengan peristiwa fisik adalah segala rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons). Sedangkan peristiwa mental adalah segala hal yang dirasakan oleh pikiran (akal). Thorndike menemukan hukum latihan ( the law of exercise) dan hukum akibat (the law of effect) yang kita kenal sekarang dengan reinforcement atau penguatan. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika belajar naik sepeda atau dalam belajar bahasa adalah dalam pengucapan kata-kata sulit. Kegagalan yang diulang terus menerus lama-kelamaan akan berhasil.
Upaya lain untuk mendukung teori Behaviorisme dalam pemerolehan bahasa dilakukan Osgood (1953). Dia menjelaskan bahwa proses pemerolehan semantik (makna) didasarkan pada teori mediasi atau penengah. Menurutnya, makna merupakan hasil proses pembelajaran dan pengalaman seseorang dan merupakan mediasi untuk melambangkan sesuatu. Makna sebagai proses mediasi pelambang dan merupakan satu bagian yang distingtif dari keseluruhan respons terhadap suatu objek yang dibiasakan pada kata untuk objek itu, atau persepsi untuk obejek itu. Osgood telah memperkenalkan konsep sign (tanda atau isyarat) sehubungan dengan makna.
Pendapat para ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi empirik dan metode ilmiah hanya dapat mulai menjelaskan keajaiban pemerolehan dan belajar bahasa tapi ranah kajian bahasa yang sangat luas masih tetaptak tersentuh.

2. Teori Nativisme
Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Menurut mereka bahasa terlalu kompleks dan mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat lewat proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan mereka pasti sudah ada dalam diri setiap manusia secara alamiah.
Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia dilahirkan sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa. Teori tentang bakat bahasa itu memperoleh dukungan dari berbagai sisi. Eric Lenneberg (1967) membuat proposisi bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus manusia dan bahwa cara pemahaman tertentu, pengkategorian kemampuan, dan mekanisme bahasa yang lain yang berhubungan ditentukan secara biologis.
Chomsky dalam Hadley (1993: 48) yang merupakan tokoh utama golongan ini mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Selain itu bahasa juga sangat kompleks oleh sebab itu tidak mungkin manusia belajar bahasa dari makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD (language Acquisition Device). Chomsky dalam Hadley (1993:50) mengemukakan bahwa belajar bahasa merupakan kompetensi khusus bukan sekedar subset belajar secara umum. Cara berbahasa jauh lebih rumit dari sekedar penetapan Stimulus- Respon. Chomsky dalam Hadley (1993: 48) mengatakan bahwa eksistensi bakat bermanfaat untuk menjelaskan rahasia penguasaan bahasa pertama anak dalam waktu singkat, karena adanya LAD. Menurut golongan ini belajar bahasa pada hakikatnya hanyalah proses pengisian detil kaidah-kaidah atau struktur aturan-aturan bahasa ke dalam LAD yang sudah tersedia secara alamiah pada manusia tersebut.
Salah seorang penganut golongan ini Mc. Neil (Brown, 1980:22) mendeskripsikan LAD itu terdiri atas empat bakat bahasa, yakni:
a. Kemampuan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
b. Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam.
c. Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tidak mungkin.
d. Kemampuan untuk mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh.
Manusia mempunyai bakat untuk terus menerus mengevaluasi sistem bahasanya dan terus menerus mengadakan revisi untuk pada akhirnya menuju bentuk yang berterima di lingkungannya. Chomsky dalam Hadley (1993: 49) mengemukakan bahwa bahasa anak adalah sistem yang sah dari sistem mereka. Perkembangan bahasa anak bukanlah proses perkembangan sedikit demi sedikit stuktur yang salah, bukan dari bahasa tahap pertama yang lebih banyak salahnya ke tahap berikutnya, tetapi bahasa anak pada setiap tahapan itu sistematik dalam arti anak secara terus menerus membentuk hipotesis dengan dasar masukan yang diterimanya dan kemudian mengujinya dalam ujarannya sendiri dan pemahamannya. Selama bahasa anak itu berkembang hipotesis itu terus direvisi, dibentuk lagi atau kadang-kadang dipertahankan.

3. Teori Kognitivisme
Pada tahun 60-an golongan kognitivistik mencoba mengusulkan pendekatan baru dalam studi pemerolehan bahasa. Pendekatan tersebut mereka namakan pendekatan kognitif. Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Oleh sebab itu perkembangan bahasa harus berlandas pada atau diturunkan dari perkembangan dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan menentukan urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya.
Menurut aliran ini kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman, produksi, komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil dari proses kognitif anak yang secara terus menerus berubah dan berkembang. Jadi stimulus merupakan masukan bagi anak yang berproses dalam otak. Pada otak terjadi mekanisme mental internal yang diatur oleh pengatur kognitif, kemudian keluar sebagai hasil pengolahan kognitif tadi.
Konsep sentral teori kognitif adalah kemampuan berbahasa anak berasal dari kematangan kognitifnya. Proses belajar bahasa secara kognitif merupakan proses berpikir yang kompleks karena menyangkut lapisan bahasa yang terdalam. Lapisan bahasa tersebut meliputi: ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang saling berpengaruh pada struktur jiwa manusia. Bahasa dipandang sebagai manifestasi dari perkembangan aspek kognitif dan afektif yang menyatakan tentang dunia dan diri manusia itu sendiri.
Dapat dikemukakan bahwa pendekatan kognitif menjelaskan bahwa:
a. dalam belajar bahasa, bagaimana kita berpikir
b. belajar terjadi dan kegiatan mental internal dalam diri kita
c. belajar bahasa merupakan proses berpikir yang kompleks.
Laughlin dalam Elizabeth (1993: 54) berpendapat bahwa dalam belajar bahasa seorang anak perlu proses pengendalian dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pendekatan kognitif dalam belajar bahasa lebih menekankan pemahaman, proses mental atau pengaturan dalam pemerolehan, dan memandang anak sebagai seseorang yang berperan aktif dalam proses belajar bahasa.
Selanjutnya menurut Piaget dalam Mansoer Pateda (1990: 67), salah seorang tokoh golongan ini mengatakan bahwa struktur komplek dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang dipelajari lewat lingkungan. Struktur tersebut lahir dan berkembang sebagai akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dan lingkungan lingualnya.Struktur tersebut telah tersedia secara alamiah. Perubahan atau perkembangan bahasa pada anak akan bergantung pada sejauh mana keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan lingkungannya.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu sesuai umur. Tahapan tersebut meliputi:
a.      Asimilasi: proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif
b.       Akomodasi: proses penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru
c.       Disquilibrasi: proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama dengan yang telah diketahuinya.
d.      Equilibrasi: proses penyeimbang mental setelah terjadi proses asimilasi.
Menurut Ausubel dalam Elizabeth (1993: 59) mengatakan proses belajar bahasa terjadi bila anak mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Proses itu melalui tahapan memperhatikan stimulus yang diberikan, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Selanjutnya menurut Bruner dalam Mansoer Pateda (1990: 49) mengemukakan bahwa, proses belajar bahasa lebih ditentukan oleh cara anak mengatur materi bahasa bukan usia anak. Proses belajar bahasa didapat melalui: enaktif yaitu aktivitas untuk memahami lingkungan; ikonik yaitu melihat dunia lewat gambar dan visualisasi verbal; simbolik yaitu memahami gagasan-gagasan abstrak.

Senin, 07 Maret 2011

fonologi

Fonem konsonan
1. Fonem /b/
Fonem ini memiliki dua realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi /b/ apabila berada pada awal silabel, baik silabel terbuka maupun silabel tertutup yang bukan ditutup oleh fonem konsonan /b/. Contohnya, pada kata:
- bagus [bagus]
- kabur [kabur]
- bantal [bantal]
Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [b] dan [p] apabila berposisi sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya, pada kata:
- sebab → dilafalkan [s∂bab] atau [s∂bap]
- jawab → dilafalkan [jawab] atau [jawap]
- sabtu → dilafalkan [sabtu] atau [sabtu]
2. Fonem /p/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [p] baik sebagai onset pda sebuah silabel maupun sebagai koda. Contohnya, pada kata:
- papan → [papan]
- pukul → [ pukUl]
- sampul → [sampUl]
Namun, perlu diperhatikan fonem /p/ pada awal kata bila diberi prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh atau disenyawakan dengan bunyi nasal yang homogen (sealat ucap). Contohnya:
- me + pilih → [memilih]
- pe + pilih → [pemilih]
- me + potong → [memotong]
- pe + potong → [pemotong]
3. Fonem /n/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [n], seperti pada kata;
- nanas → /nanas/ → [nanas]
- pinang → /pinaŋ/ → [pinaŋ]
- iman → /iman/ → [iman]
4. Fonem /w/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [w], seperti pada kata:
- waris → /waris/ → [warIs]
- awan → /awan/ → [awan]
- bawal → /bawal/ → [bawal]
5. Fonem /f/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [f], seperti pada kata:
- Fikir → /fikir/ → [fikIr]
- Kafe → /kafe/ → [kafe]
- Aktif → /aktif/ → [aktif]
Kata serapan asing yang secara otografi ditulis dengan huruf v, seperti pada kata vitamin, variasi, rival juga dilafalkan sebagai bunyi [f]. Jadi, lafal ketiga kata itu adalah [fitamin], [fariasi], dan [rifal].
6. Fonem /d/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [d] apabila berposisi sebagai onset pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
- daging → /dagiŋ/ →[dagIŋ]
- hadis → /hadis/ → [hadIs]
- dada → /dada/ →[dada]
Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [t] dan [d] bila berposisi sebagai koda pada sebuah silabel, yaitu:
- abad dilafalkan [abat] atau [abad]
- ahad dilafalkan [ahat] atau [ahad]
- jilid dilafalkan [jilit] atau [jilid]
7. Fonem /t/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [t], seperti pada kata:
- titi → /titi/ → [titi]
- latih → /latih/ → [latI]
- rebut → /r∂but/ → [r∂bUt]
Namun, perlu diingat fonem /t/ pada posisi awal bila diberi prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh dan bersenyawa dengan bunyi nasal yang homorgan dengan fonem /t/ itu contohnya:
- me + tari → [menari]
- pe + tari → [penari]
- me + tumbuk → [menumbuk]
- pe + tumbuk → [penumbuk]
8. Fonem /n/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [n], baik sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya :
- nama → /nama/ → [nama]
- panas → /panas/ → [panas]
- asin → /asin/ → [asIn]
9. Fonem /l/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [ℓ/ baik sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel, seperti pada kata:
- lari → /lari/ → [ℓari]
- halal → /halal/ → [haℓaℓ]
- batal → /batal/ → [bataℓ]
10. Fonem /r/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [r] baik sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya:
- ribut → /ribut/ → [ribUt]
- karet → /karet/ → [karet]
- kabar → /kabar/→ [kabar]
11. Fonem /z/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [z] bila sebagai onset pada sebuah silabel. Misalnya pada kata:
- zaman → /zaman/ → [zaman]
- zakat → /zakat/ → [zakat]
- zamzam → /zamzam/ → [zamzam]
Bila sebagai koda dilafalkan sebagai bunyi [z] atau bunyi [s]. Misalnya pada kata aziz dilafalkan [aziz] atau [azis].
12. Fonem /s/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [s] baik sebagai onset maupun koda pada sebuah silabel. Misalnya pada kata:
- sakit→ /sakit/ → [sakIt]
- pesan → /pesan/ → [p∂san]
- kamus → /kamus/ → [kamus]
13. Fonem /ʃ/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi /ʃ/ baik sebagai onset maupun sebagai koda. Misalnya pada kata:\
- syarat→ /syarat/ → [ʃarat]
- syahbandar → /syahbandar/ → [ʃahbandar]
- arasy→ /arasy/ → [araʃ]
14. Fonem /ñ/
Fonem nasal ini direalisasikan sebagai bunyi [ñ] misalnya pada kata:
- nyanyi → /ñañi/ → [ñañi]
- banyak→ /bañak/ → [bañak]
- nyonya→ /ñoña/ → [ñﬤña]
15. Fonem /j/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [j] seperti pada kata:
- jalan→ /jalan/ → [jalan]
- jujur→ /jujur/ → [jujUr]
- ajal → /ajal/ → [ajal]
Fonem /j/ tidak pernah berposisi sebagai koda.
16. Fonem /c/
Secara umum fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [c] seperti pada kata:
- cari→ /cari/ → [cari]
- acar→ /acar/ → [acar]
- caca→ /cacar/ → [cacar]
Fonem ini tidak pernah berposisi sebagai koda.
17. Fonem /y/
Fonem ini selalu direalisasikan sebagai bunyi [y] seperti pada kata:
- yatim→ /yatim/ → [yatIm]
- ayun→ /ayun/ → [ayUn]
- yayasan→ /yayasan/ → [yayasan]
Fonem ini tidak pernah berposisi sebagai koda.
18. Fonem /g/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [g] apabila berposisi sebagai onset. Contohnya pada kata:
- gajah→ /gajah/ → [gajah]
- agar→ /agar/ → [agar]
- gagal→ /gagal/ → [gagal]
Kedua,direalisasikan sebagai bunyi [g] atau [k] apabila berposisi sebagai koda misalnhya:
- gudeg→ /gudeg/ → [gud∂k]
- grobag→ /grobag/ → [grﬤbak]
- goblog→ /goblog/ → [gﬤblﬤk]
19. Fonem /k/
Fonem ini memiliki tiga macam realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [k] apabila berposisi sebagai onset pada sebuah silabel. Misalnya pada kata:
- kabar→/kabar/ → [kabar]
- bakar→ /kabar/ → [bakar]
- akur→ /akur/ → [akUr]
Kedua,direalisasikan sebagai bunyi [?] apabila berposisi sebagai koda pada sebuah silabel seperti pada kata:
- bapak→ /bapak/ → [bapa?]
- nikmat→ /nikmat/→ [ni?mat]
- rakyat→ /rakyat/ → [ra?yat]
Ketiga, direalisasikan sebagai bunyi [g] bila berposisi sebagai koda, contohnya:
- gudek→ /gudek/ → [gud∂g]
- gubuk→ /gubuk/→ [gubUg]
- gebuk→ /gebuk/→ [g∂bUg]
20. Fonem /ŋ/
Fonem direalisasikan sebagai bunyi [ŋ] baik berposisi sebagai onset maupun koda pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
- nganga→ /ŋaŋa/→ [ŋaŋa]
- angin→ /aŋin/ → [aŋin]
- bingung→ /biŋuŋ/ → [biŋuŋ]
21. Fonem /x/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [x] baik berposisi sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
- khas→ /xas/→[xas]
- akhir→/axir/ →[axIr]
- tarikh→/tarix/→ [tarIx]

22. Fonem /h/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [h] baik berposisi sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
- hari→ /hari/→ [hari]
- sehat→/sehat/→ [sehat]
- lebih→ /l∂bih/ → [l∂bih]
23. Fonem /?/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [?] yang muncul pada:
Pertama, silabel pertama dari sebuah kata yang berupa fonem vokal. Contohnya pada kata:
- akan→ /akan/→ [?akan]
- isap→ /isap/ → [?isap]
- udang→/udaŋ/ →[?udaŋ]
Kedua, di antara dua buah silabel, dimana nuklus silabel pertama dan nuklus silabel berupa fonem vokal yang sama. Contohnya pada kata:
- taat→ /taat/ → [ta?at]
- aan→ /aan/ → [a?an] (nama orang)
- bloon→ /blﬤﬤn/ → [blﬤ?ﬤn]











2. Analisis data-data
a. Memperdebatkan
Terdiri dari 3 morfem:
1. debat
2. per-kan
3. me-
Morfem dasar : debat
Bentuk dasar : perdebatkan
Nosi per-kan : membuat, menjadi
Fungsi per-kan : mengubah kata benda menjadi kata kerja
Nosi me- : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me- : membentuk kata kerja aktif
b. Menjungkirbalikkan
Terdiri dari 3 morfem:
1. jungkirbalik
2. –an
3. me
Morfen dasar : jungkir dan balik
Bentuk dasar : jungkirbalik
Nosi –an : meminta atau menyuruh untuk melakukan
Fungsi –an : mengubah kata kerja menjadi kata perintah
Nosi me- : melakukan kegiatan dengan sengaja
Fungsi me- : membentuk kata kerja aktif
c. Mempertimbangkan
Terdiri dari 3 morfem:
1. timbang
2. per-kan
3. me-
Morfem dasar : timbang
Bentuk dasar : pertimbangkan
Nosi per-kan : membuat, menjadi
Fungsi per-kan : mengubah kata benda menjadi kata kerja
Nosi me- : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me- : membentuk kata kerja aktif
d. Menugaskan
Terdiri dari 3 morfem:
1. tugas
2. –kan
3. Me-
Morfem dasar : tugas
Bentuk dasar : tugas
Nosi –kan : melakukan tindakan menyuruh/memerintah
Fungsi –kan : mengubah kata benda menjadi kata kerja
Nosi me- : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me- : membentuk kata kerja aktif
e. Menugasi
Terdiri atas 3 morfem:
1. Tugas
2. –i
3. Me-
Morfem dasar : tugas
Bentuk dasar : tugasi
Nosi -i :
Fungsi –i :
f. Menduduki
terdiri dari 3 morfem:
1. Duduk
2. -i
3. Men-
Morfem dasar : duduk
Bentuk dasar : duduki
Nosi –i : menunjuk tempat/lokasi
Fungsi –i : merubah kata intransitif menjadi kata kerja transitif
Nosi me- : melakukan tindakan dengan sengaja duduk
Fungsi me- : membentuk kata kerja aktif

g. Mendudukan
Terdiri dari 2 morfem:
1. Duduk
2. Men-an
Morfem dasar : duduk
Bentuk dasar : duduk
Nosi me-an : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me-an : merubah kata benda menjadi kata kerja
h. Memukuli
Terdiri dari 3 morfem:
1. Pukul
2. –i
3. Me-
Morfem dasar : pukul
Bentuk dasar : pukuli
Nosi –i : melakukan tindakan berkali-kali
Fungsi –i : membentuk kata kerja transitif
Nosi me- : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me- : membentuk kata kerja aktif
i. Memukulkan
Terdiri dari 3 morfem:
1. Pukul
2. –kan
3. Me-
Morfem dasar : pukul
Bentuk dasar : pukulkan
Nosi -kan : melakukan akan ...
Fungsi –kan : membentuk kata kerja transitif, yang digunakan dalam kalimat perintah. Contohnya: pukulkan anjing yang galak itu.
Nosi me- : melakukan sesuatu untuk orang lain
Fungsi me- : melakukan tindakan dengan sengaja



Fonem konsonan
1.      Fonem /b/
Fonem ini memiliki dua realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi /b/ apabila berada pada awal silabel, baik silabel terbuka maupun silabel tertutup yang bukan ditutup oleh fonem konsonan /b/. Contohnya, pada kata:
-          bagus [bagus]
-          kabur  [kabur]
-          bantal [bantal]
Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [b] dan [p] apabila berposisi sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya, pada kata:
-          sebab   → dilafalkan [s∂bab] atau [s∂bap]
-          jawab   → dilafalkan [jawab] atau [jawap]
-          sabtu    → dilafalkan [sabtu] atau [sabtu]
2.      Fonem /p/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [p] baik sebagai onset pda sebuah silabel maupun sebagai koda. Contohnya,  pada kata:
-          papan [papan]
-          pukul   → [ pukUl]
-          sampul → [sampUl]
Namun, perlu diperhatikan fonem /p/ pada awal kata bila diberi prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh atau disenyawakan dengan bunyi nasal yang homogen (sealat ucap). Contohnya:
-          me + pilih     → [memilih]
-          pe + pilih      → [pemilih]
-          me + potong → [memotong]
-          pe + potong  → [pemotong]
3.      Fonem /n/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [n], seperti pada kata;
-          nanas → /nanas/ → [nanas]
-          pinang → /pinaŋ/ → [pinaŋ]
-          iman → /iman/ → [iman]
4.      Fonem /w/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [w], seperti pada kata:
-          waris → /waris/ → [warIs]
-          awan → /awan/ → [awan]
-          bawal → /bawal/ → [bawal]
5.      Fonem /f/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [f], seperti pada kata:
-          Fikir → /fikir/ → [fikIr]
-          Kafe → /kafe/ → [kafe]
-          Aktif → /aktif/ → [aktif]
Kata serapan asing yang secara otografi ditulis dengan huruf v, seperti pada kata vitamin, variasi, rival juga dilafalkan sebagai bunyi [f]. Jadi, lafal ketiga kata itu adalah [fitamin], [fariasi], dan [rifal].
6.      Fonem /d/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [d] apabila berposisi sebagai onset pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
-          daging → /dagiŋ/ →[dagIŋ]
-          hadis → /hadis/ → [hadIs]
-          dada → /dada/ →[dada]
Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [t] dan [d] bila berposisi sebagai koda pada sebuah silabel, yaitu:
-          abad  dilafalkan [abat] atau [abad]
-          ahad  dilafalkan [ahat] atau [ahad]
-          jilid  dilafalkan [jilit] atau [jilid]
7.      Fonem /t/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [t], seperti pada kata:
-          titi →  /titi/ → [titi]
-          latih → /latih/ → [latI]
-          rebut →  /rbut/ →  [r∂bUt]
Namun, perlu diingat fonem /t/ pada posisi awal bila diberi prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh dan bersenyawa dengan bunyi nasal yang homorgan dengan fonem /t/ itu contohnya:
-          me + tari        →  [menari]
-          pe + tari         →   [penari]
-          me + tumbuk → [menumbuk]
-          pe + tumbuk  → [penumbuk]
8.      Fonem /n/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [n], baik sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya :
-          nama → /nama/ → [nama]
-          panas → /panas/ → [panas]
-          asin → /asin/ → [asIn]
9.      Fonem /l/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [ℓ/ baik sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel, seperti pada kata:
-          lari → /lari/ → [ℓari]
-          halal → /halal/ → [haℓaℓ]
-          batal → /batal/ → [bataℓ]
10.  Fonem /r/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [r] baik sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya:
-          ribut →  /ribut/ →  [ribUt]
-           karet → /karet/ → [karet]
-          kabar → /kabar/→ [kabar]
11.  Fonem /z/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [z] bila sebagai onset pada sebuah silabel. Misalnya pada kata:
-          zaman → /zaman/ → [zaman]
-          zakat → /zakat/ →  [zakat]
-          zamzam → /zamzam/  →  [zamzam]
Bila sebagai koda dilafalkan sebagai bunyi [z] atau bunyi [s]. Misalnya pada kata aziz dilafalkan [aziz] atau [azis]. 
12.  Fonem /s/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [s] baik sebagai onset maupun koda pada sebuah silabel. Misalnya pada kata:
-          sakit→ /sakit/ → [sakIt]
-          pesan → /pesan/ → [p∂san]
-          kamus → /kamus/ → [kamus]
13.  Fonem /ʃ/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi /ʃ/ baik sebagai onset maupun sebagai koda. Misalnya pada kata:\
-          syarat→ /syarat/ → [ʃarat]
-          syahbandar → /syahbandar/ → [ʃahbandar]
-          arasy→ /arasy/ → [araʃ]
14.  Fonem /ñ/
Fonem nasal ini  direalisasikan sebagai bunyi [ñ] misalnya pada kata:
-          nyanyi → /ñañi/ → [ñañi]
-          banyak→ /bañak/ → [bañak]
-          nyonya→ /ñoña/ → [ñña]
15.  Fonem /j/
Fonem ini secara umum  direalisasikan sebagai bunyi [j] seperti pada kata:
-          jalan→  /jalan/ → [jalan]
-          jujur→ /jujur/ → [jujUr]
-          ajal → /ajal/ → [ajal]
Fonem /j/ tidak  pernah berposisi sebagai koda. 
16.  Fonem /c/
Secara umum fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [c] seperti pada kata:
-           cari→ /cari/ → [cari]
-          acar→  /acar/ →  [acar]
-          caca→  /cacar/ → [cacar]
Fonem ini tidak pernah berposisi sebagai koda. 
17.  Fonem /y/
Fonem ini selalu direalisasikan sebagai bunyi [y] seperti pada kata:
-          yatim→ /yatim/ → [yatIm]
-          ayun→ /ayun/ → [ayUn]
-          yayasan→ /yayasan/ → [yayasan]
Fonem ini tidak pernah berposisi sebagai koda.
18.  Fonem /g/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [g] apabila berposisi sebagai onset. Contohnya pada kata:
-          gajah→  /gajah/ →  [gajah]
-          agar→  /agar/ →  [agar]
-          gagal→ /gagal/ →  [gagal]
Kedua,direalisasikan sebagai bunyi [g] atau [k] apabila berposisi sebagai koda misalnhya:
-          gudeg→  /gudeg/ →  [gud∂k]
-          grobag→ /grobag/ → [grbak]
-          goblog→  /goblog/ →  [gblk]   
19.  Fonem /k/
Fonem ini memiliki tiga macam realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [k] apabila berposisi sebagai onset pada sebuah silabel. Misalnya pada kata:
-          kabar→/kabar/ → [kabar]
-          bakar→ /kabar/ → [bakar]
-          akur→ /akur/ → [akUr]
Kedua,direalisasikan sebagai bunyi [?] apabila berposisi sebagai koda pada sebuah silabel seperti pada kata:
-          bapak→ /bapak/ →  [bapa?]
-          nikmat→ /nikmat/→ [ni?mat]
-          rakyat→ /rakyat/ → [ra?yat]
Ketiga, direalisasikan sebagai bunyi [g] bila berposisi sebagai koda, contohnya:
-          gudek→ /gudek/ →  [gud∂g]
-          gubuk→ /gubuk/→  [gubUg]
-          gebuk→ /gebuk/→ [g∂bUg]
20.  Fonem /ŋ/
Fonem direalisasikan sebagai bunyi [ŋ] baik berposisi sebagai onset maupun koda pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
-          nganga→  /ŋaŋa/→  [ŋaŋa]
-          angin→ /aŋin/ →  [aŋin]
-          bingung→ /biŋuŋ/ →  [biŋuŋ]
21.  Fonem /x/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [x] baik berposisi sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
-          khas→ /xas/→[xas]
-          akhir→/axir/ →[axIr]
-          tarikh→/tarix/→ [tarIx]

22.  Fonem /h/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [h] baik berposisi sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Contohnya pada kata:
-          hari→ /hari/→ [hari]
-          sehat→/sehat/→ [sehat]
-          lebih→ /l∂bih/ → [l∂bih]
23.  Fonem /?/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [?] yang muncul pada:
Pertama, silabel pertama dari sebuah kata yang berupa fonem vokal. Contohnya pada kata:
-          akan→ /akan/→ [?akan]
-          isap→ /isap/ → [?isap]
-          udang→/udaŋ/ →[?udaŋ]
Kedua, di antara dua buah silabel, dimana nuklus silabel pertama dan nuklus silabel berupa fonem vokal yang sama. Contohnya pada kata:
-          taat→  /taat/ →  [ta?at]
-          aan→  /aan/ → [a?an] (nama orang)
-          bloon→ /blﬤﬤn/ →  [blﬤ?ﬤn]











2. Analisis data-data
a. Memperdebatkan
Terdiri dari 3 morfem:
1.      debat
2.      per-kan
3.      me-
Morfem dasar         : debat
Bentuk dasar          : perdebatkan
Nosi per-kan           : membuat, menjadi
Fungsi per-kan        : mengubah kata benda menjadi kata kerja
Nosi me-                 : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me-              : membentuk kata kerja aktif
b. Menjungkirbalikkan
Terdiri dari 3 morfem:
1.      jungkirbalik
2.      –an
3.      me
Morfen dasar : jungkir dan balik
Bentuk dasar : jungkirbalik
Nosi –an     : meminta atau menyuruh untuk melakukan 
Fungsi –an  : mengubah kata kerja menjadi kata perintah
Nosi me-     : melakukan kegiatan dengan sengaja
Fungsi me-  : membentuk kata kerja aktif
c. Mempertimbangkan
Terdiri dari 3 morfem:
1.      timbang
2.      per-kan
3.      me-
Morfem dasar         : timbang
Bentuk dasar          : pertimbangkan
Nosi per-kan           : membuat, menjadi
Fungsi per-kan        : mengubah kata benda menjadi kata kerja
Nosi me-                 : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me-              : membentuk kata kerja aktif
d. Menugaskan
Terdiri dari 3 morfem:
1.      tugas
2.      –kan
3.      Me-
Morfem dasar         : tugas
Bentuk dasar          : tugas
Nosi –kan               : melakukan tindakan menyuruh/memerintah
Fungsi –kan            : mengubah kata benda menjadi kata kerja
Nosi me-                 : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me-              : membentuk kata kerja aktif
e. Menugasi
Terdiri atas 3 morfem:
1.      Tugas
2.      –i
3.      Me-
Morfem dasar         : tugas
Bentuk dasar          : tugasi
Nosi  -i                    :
Fungsi –i                 :
f. Menduduki
terdiri dari 3 morfem:
1.      Duduk
2.      -i
3.      Men-
Morfem dasar         : duduk
Bentuk dasar          : duduki
Nosi –i                    : menunjuk tempat/lokasi
Fungsi –i                 : merubah kata intransitif menjadi kata kerja transitif
Nosi me-                 : melakukan tindakan dengan sengaja duduk
Fungsi me-              : membentuk kata kerja aktif

g. Mendudukan
Terdiri dari 2 morfem:
1.      Duduk
2.       Men-an
Morfem dasar         : duduk
Bentuk dasar          : duduk
Nosi me-an             : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me-an          : merubah kata benda menjadi kata kerja
h. Memukuli
Terdiri dari 3 morfem:
1.      Pukul
2.      –i
3.      Me-
Morfem dasar         : pukul
Bentuk dasar          : pukuli
Nosi –i                    : melakukan tindakan berkali-kali
Fungsi –i                 : membentuk kata kerja transitif
Nosi me-                 : melakukan tindakan dengan sengaja
Fungsi me-              : membentuk kata kerja aktif
i.      Memukulkan
Terdiri dari 3 morfem:
1.      Pukul
2.      –kan
3.      Me-
Morfem dasar         : pukul
Bentuk dasar          : pukulkan
Nosi  -kan               : melakukan akan ...
Fungsi –kan           : membentuk kata kerja transitif, yang digunakan dalam kalimat perintah. Contohnya: pukulkan anjing yang galak itu.
Nosi me-                : melakukan sesuatu untuk orang lain
Fungsi me-             : melakukan tindakan dengan sengaja